Kamis, 25 Januari 2018

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)


LATAR BELAKANG
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (disingkat P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa adalah sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde Baru. Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR no. II/MPR/1978. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Saat ini produk hukum ini tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 telah dicabut dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut Ketetapan MPR no. I/MPR/2003
Dalam perjalanannya 36 butir pancasila dikembangkan lagi menjadi 45 butir oleh BP7. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia. Pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila harus manusiawi, artinya merupakan pedoman yang memang mungkin dilaksanakan oleh manusia biasa. Agar Pancasila dapat diamalkan secara manusiawi, maka pedoman pengamalannya juga harusa bertolak dari kodrat manusia, khususnya dari arti dan kedudukan manusia dengan manusia lainnya. "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" dinamakan "Ekaprasetia Pancakarsa". Ekaprasetia Pancakarsa berasal dari bahasa Sansekerta. Secara harfiah "eka" berarti satu/tunggal, "prasetia" berarti janji/tekad, "panca" berarti lima dan "karsa" berarti kehendak yang kuat. Dengan demikian "Ekaprasetia Pancakarsa" berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak dalam kelima Sila Pancasila. Dikatakan tekad yang tunggal karena tekad itu sangat kuat dan tidak tergoyahkan lagi.Ekaprasetia Pancakarsa memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima Sila dari Pancasila sebagai berikut :
a.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
§  Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
§  Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
§  Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
§  Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
b.      Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
§  Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia.
§   Saling mencintai sesama manusia.
§  Mengembangkan sikap tenggang rasa.
§  Tidak sewenang-wenang terhadap orang lain.
§  Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
§  Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
§  Berani membela kebenaran dan keadilan.
§  Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
c.       Sila Persatuan Indonesia
§  Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
§  Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
§  Cinta tanah air dan bangsa.
§  Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
§  Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
d.      Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
§  Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
§  Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
§  Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
§  Musayawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
§  Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
§  Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
§  Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
e.       Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
§  Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yan mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
§   Bersikap adil.
§  Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
§  Menghormatsi hak-hak orang lain.
§  Suka memberi pertolongan terhadap orang lain.
§  Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain..
§  Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
§  Suka bekerja keras.
§  Menghargai hasil karya orang lain.
§  Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
KEBIJAKAN ASAS TUNGGAL PANCASILA
Depolitisasi parpol dan ormas juga dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru melalui cara penyeragaman ideologis melalui ideologi Pancasila. Dengan alasan Pancasila telah menjadi konsensus nasional, keseragaman dalam pemahaman Pancasila perlu disosialisasikan. 

Gagasan ini disampaikan oleh Presiden Soeharto pada acara Hari Ulang Tahun ke-25 Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, 19 Desember 1974. 

Kemudian dalam pidatonya menjelang pembukaan Kongres Nasional Pramuka pada 12 Agustus 1976, di Jakarta, Presiden Soeharto menyerukan kepada seluruh rakyat agar berikrar pada diri sendiri mewujudkan Pancasila dan mengajukan Eka Prasetia bagi ikrar tersebut.

Presiden Soeharto mengajukan nama Eka Prasetia Pancakarsa dengan maksud menegaskan bahwa penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dipandang sebagai janji yang teguh, kuat, konsisten, dan tulus untuk mewujudkan lima cita-cita yaitu:
  1. takwa kepada Tuhan YME dan menghargai orang lain yang berlainan agama/kepercayaan; 
  2. mencintai sesama manusia dengan selalui ingat kepada orang lain, tidak sewenangwenang; 
  3. mencintai tanah air, menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi;
  4. demokratis dan patuh pada putusan rakyat yang sah; 
  5. suka menolong orang lain, sehingga dapat meningkatkan kemampuan orang lain (Referensi Bahan Penataran P4 dalam Anhar Gongong ed, 2005: 159).
Presiden kemudian mengajukan draft P4 ini kepada MPR, Akhirnya, pada 21 Maret 1978 rancangan P4 disahkan menjadi Tap MPR No.II/MPR/1978.

Setelah disahkan MPR, pemerintah membentuk komisi Penasehat Presiden mengenai P4 yang dipimpin oleh Dr. Roeslan Abdulgani. 

Sebagai badan pelaksananya dibentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksana P4 (BP7) yang berkedudukan di Jakarta. Tugasnya adalah untuk mengkoordinasi pelaksanaan program penataran P4 yang dilaksanakan pada tingkat nasional dan regional.

Tujuan penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai Demokrasi Pancasila, sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. 

Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. 

Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pegawai negeri (termasuk pegawai BUMN), baik sipil maupun militer diharuskan mengikuti penataran P4. 

Kemudian para pelajar, mulai dari sekolah menengah sampai Perguruan Tinggi, juga diharuskan mengikuti penataran P4 yang dilakukan pada setiap awal tahun ajaran atau tahun akademik. 

Melalui penataran P4 itu, pemerintah juga memberikan penekanan pada masalah “suku”, “agama”, “ras”, dan “antargolongan”, (Sara). Menurut pemerintah Orde baru, “sara” merupakan masalah yang sensitif di Indonesia yang sering menjadi penyebab timbulnya konflik atau kerusuhan sosial. 

Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan Sara. Secara tidak langsung masyarakat dipaksa untuk berpikir seragam; dengan kata lain yang lebih halus, harus mau bersikap toleran dalam arti tidak boleh membicarakan atau menonjolkan perbedaan yang berkaitan dengan masalah sara. 

Meskipun demikian, akhirnya konflik yang bermuatan sara itu tetap tidak dapat dihindari. Pada tahun 1992 misalnya, terjadi konflik antara kaum muslim dan non muslim di Jakarta (Ricklefs, 2005: 640). 

Demikian pula halnya dengan P4. Setelah beberapa tahun berjalan, kritik datang dari berbagai kalangan terhadap pelaksanaan P4. 

Berdasarkan pengamatan di lapangan banyak peserta penataran pada umumnya merasa muak terhadap P4. Fakta ini kemudian disampaikan kepada Presiden agar masalah P4 ditinjau kembali. 

Setelah P4 menjadi Tap MPR dan dilaksanakan, selanjutnya orsospol yang diseragamkan dalam arti harus mau menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas partai dan organisasi, yang dikenal dengan sebutan “asas tunggal”.

Gagasan asas tunggal ini disampaikan oleh Presiden Soeharto dalam pidato pembukaan Rapat Pimpinan ABRI (Rapim ABRI), di Pekanbaru , Riau, tanggal 27 Maret 1980 dan dilontarkan kembali pada acara ulang tahun Korps Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha) di Cijantung, Jakarta 16 April 1980.

Gagasan Asas Tunggal ini pada awalnya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari berbagai pemimpin umat Islam dan beberapa purnawirawan militer ternama. 

Meskipun mendapat kritikan dari berbagai kalangan, Presiden Soeharto tetap meneruskan gagasannya itu dan membawanya ke MPR. Melalui Sidang MPR ‘Asas Tunggal” akhirnya diterima menjadi ketetapan MPR, yaitu; Tap MPR No.II/1983. 

Kemudian pada 19 Januri 1985, pemerintah dengan persetujuan DPR, mengeluarkan Undang-Undang No.3/1985 yang menetapkan bahwa partai-partai politik dan Golkar harus menerima Pancasila sebagai asas tunggal mereka. 

Empat bulan kemudian, pada tanggal 17 Juni 1985, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.8/1985 tentang ormas, yang menetapkan bahwa seluruh organisasi sosial atau massa harus mencantumkan Pancasila sebagai asas tunggal mereka. 

Sejak saat itu tidak ada lagi orsospol yang berasaskan lain selain Pancasila, semua sudah seragam.. Demokrasi Pancasila yang mengakui hak hidup “bhineka tunggal ika”, dipergunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk mematikan kebhinekaan, termasuk memenjarakan atau mencekal tokoh-tokoh pengkritik kebijakan pemerintah Orde Baru.
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

LATAR BELAKANG Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (disingkat P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa adalah sebuah panduan tentan...